Susunan Lapisan Tanah
Pedosfer adalah lapisan paling atas dari permukaan bumi tempat
berlangsungnya proses pembentukan tanah. Secara sederhana pedosfer
diartikan sebagai lapisan tanah yang menempati bagian paling atas dari
litosfer. Tanah (soil) adalah suatu wujud alam yang terbentuk dari
campuran hasil pelapukan batuan (anorganik), organik, air, dan udara
yang menempati bagian paling atas dari litosfer. Ilmu yang mempelajari
tanah disebut pedologi, sedangkan ilmu yang secara khusus mempelajari
mengenai proses pembentukan tanah disebut pedogenesa.
Faktor-faktor pembentuk tanah
Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi proses pembentukan tanah, antara lain:
Iklim
Unsur-unsur iklim yang utama mempengaruhi proses pembentukan tanah adalah Suhu dan Curah Hujan.
Organisme (vegetasi, jasad renik)
Gambar Lapisan Tanah
Organisme sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah seperti
a) membuat proses pelapukan. b) membantu proses pembentukan humus. c)
pengaruh jenis vegetasi terhadap sifat-sifat tanah hal ini terlihat pada
daerah beriklim sedang seperti di Eropa dan Amerika. d) memiliki
kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat pada tanaman berpengaruh
terhadap sifat-sifat tanah.
Bahan induk
Bahan induk terdiri atas batuan vulkanik, batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.
Topografi atau relief
Keadaan relief suatu daerah akan memengaruhi tebal atau tipisnya lapisan tanah.
Waktu
Tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah, akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus.
Konsep Pedon dan Profil Tanah
Pedon adalah suatu lajur tubuh tanah mulai dari permukaan lahan sampai
batas terbawah (bahan induk tanah). Pedon merupakan volume terkecil yang
dapat disebut tanah dan mempunyai ukuran tiga dimensi. Luas pedon
berkisar antara 1-10 m2. Kumpulan dari pedon-pedon disebut polipedon.
Luas polipedon minimum 2 m2, sedangkan luas maksimumnya tidak terbatas.
Profil tanah atau penampang tanah adalah bidang tegak dari suatu sisi
pedon yang mencirikan suatu lapisan-lapisan tanah, atau disebut
[[Horizon Tanah]]. Setiap horizon tanah memperlihatkan perbedaan, baik
menurut komposisi kimia maupun fisiknya. Kebanyakan horizon dapat
dibedakan dari dasar warnanya. Perbedaan horizon tanah terbentuk karena
dua faktor yaitu pengendapan yang berulang-ulang oleh genangan air atau
pencucian tanah (leached) dan karena proses pembentukan tanah. Proses
pembentukan horizon-horizon tersebut akan menghasilkan benda alam baru
yang disebut tanah. Adapun yang dimaksud solum adalah kedalaman efektif
tanah yang masih dapat dijangkau oleh akar tanaman. Horizon-horizon yang
menyusun profil tanah berturut-turut dari atas ke bawah adalah horizon
O, A, B, C, dan D atau R (Bed Rock).
Warna tanah
Warna tanah merupakan petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Penyebab
perbedaan warna permukaan tanah umumnya terjadi karena perbedaan
kandungan bahan organik. Semakin tinggi kandungan bahan organik berarti
semakin gelap warna tanah. Warna tanah disusun oleh tiga jenis variabel,
yaitu sebagai berikut,
Hue : warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya.
Value : menunjukkan kecermelangan cahaya.
Chroma : menunjukkan kemurnian relatif panjang gelombang cahaya dominan.
Warna tanah dapat ditentukan dengan membandingkan warna baku pada buku
Munsell Soil Colur Chart dengan warna tanah. Warna tanah akan berbeda
bila tanah dalam keadaan basah, lembab, atau kering.
Struktur dan Tekstur Tanah
Struktur Tanah
Struktur Tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari tanah akibat
melekatnya butir-butir tanah satu sama lain. Struktur tanah memiliki
bentuk yang berbeda-beda yaitu sebagai berikut.
Lempeng (Platy), ditemukan di horizon A.
Prisma (Prosmatic), ditemukan di horizon B pada daerah iklim kering.
Tiang (Columnar), ditemukan di horizon B pada daerah iklim kering.
Gumpal bersudut (Angular blocky), ditemukan pada horizon B pada daerah iklim basah.
Gumpal membulat (Sub angular blocky), ditemukan pada horizon B pada daerah iklim basah.
Granuler (Granular), ditemukan pada horizon A.
Remah (Crumb), ditemukan pada horizon A.
Tekstur Tanah
Tekstur Tanah menunjukkan kasar halusnya tanah yang didasarkan atas
perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu, dan liat di dalam tanah.
Untuk menentukan tekstur tanah terdapat 12 kelas dalam segi tiga
tekstur tanah.
Sistem klasifikasi tanah
Sistem klasifikasi tanah (alami) yang ada di dunia ini terdiri atas
berbagai macam. Sebab banyak negara yang menggunakan sistem klasifikasi
yang dikembangkan sendiri oleh negara tersebut. Nama golongan tanah
dengan membubuhkan kata sol merupakan singkatan dari kata latin solum.
Jenis - Jenis Tanah di Indonesia
Sebagian besar Jenis Tanah Di Indonesia merupakan tanah vulkanis. Walau
demikian, jika lebih dikhususkan lagi maka jenisnya sangat beraneka
ragam yang antara lain,
Tanah Gambut atau tanah organik
Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa
tetumbuhan yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan
organiknya tinggi. Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah
ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat; dan lahan-lahan bergambut
di berbagai belahan dunia dikenal dengan aneka nama seperti bog, moor,
muskeg, pocosin, mire, dan lain-lain. Istilah gambut sendiri diserap
dari bahasa daerah Banjar.
Sebagai bahan organik, gambut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Volume gambut di seluruh dunia diperkirakan sejumlah 4 trilyun m³, yang
menutupi wilayah sebesar kurang-lebih 3 juta km² atau sekitar 2% luas
daratan di dunia, dan mengandung potensi energi kira-kira 8 milyar
terajoule.
Agihan geografis
Deposit gambut tersebar di banyak tempat di dunia, terutama di Rusia,
Belarusia, Ukraina, Irlandia, Finlandia, Estonia, Skotlandia, Polandia,
Jerman utara, Belanda, Skandinavia, dan di Amerika Utara, khususnya di
Kanada, Michigan, Minnesota, Everglades di Florida, dan di delta Sungai
Sacramento-San Joaquin di Kalifornia. Kandungan gambut di belahan bumi
selatan lebih sedikit, karena memang lahannya lebih sempit; namun gambut
dapat dijumpai di Selandia Baru, Kerguelen, Patagonia selatan/Tierra
del Fuego dan Kepulauan Falkland.
Sekitar 60% lahan basah di dunia adalah gambut; dan sekitar 7% dari
lahan-lahan gambut itu telah dibuka dan dimanfaatkan untuk kepentingan
pertanian dan kehutanan. Manakala kondisinya sesuai, gambut dapat
berubah menjadi sejenis batubara setelah melewati periode waktu
geologis.
Pembentukan gambut
Pemanenan tanah gambut di Frisia Timur, Jerman
Gambut terbentuk tatkala bagian-bagian tumbuhan yang luruh terhambat
pembusukannya, biasanya di lahan-lahan berawa, karena kadar keasaman
yang tinggi atau kondisi anaerob di perairan setempat. Tidak
mengherankan jika sebagian besar tanah gambut tersusun dari serpih dan
kepingan sisa tumbuhan, daun, ranting, pepagan, bahkan kayu-kayu besar,
yang belum sepenuhnya membusuk. Kadang-kadang ditemukan pula, karena
ketiadaan oksigen bersifat menghambat dekomposisi, sisa-sisa bangkai
binatang dan serangga yang turut terawetkan di dalam lapisan-lapisan
gambut.
Lazimnya di dunia, disebut sebagai gambut apabila kandungan bahan
organik dalam tanah melebihi 30%; akan tetapi hutan-hutan rawa gambut di
Indonesia umumnya mempunyai kandungan melebihi 65% dan kedalamannya
melebihi dari 50cm. Tanah dengan kandungan bahan organik antara 35–65%
juga biasa disebut muck.
Pertambahan lapisan-lapisan gambut dan derajat pembusukan (humifikasi)
terutama bergantung pada komposisi gambut dan intensitas penggenangan.
Gambut yang terbentuk pada kondisi yang teramat basah akan kurang
terdekomposisi, dan dengan demikian akumulasinya tergolong cepat,
dibandingkan dengan gambut yang terbentuk di lahan-lahan yang lebih
kering. Sifat-sifat ini memungkinkan para klimatolog menggunakan gambut
sebagai indikator perubahan iklim di masa lampau. Demikian pula, melalui
analisis terhadap komposisi gambut, terutama tipe dan jumlah penyusun
bahan organiknya, para ahli arkeologi dapat merekonstruksi gambaran
ekologi di masa purba.
Pada kondisi yang tepat, gambut juga merupakan tahap awal pembentukan
batubara. Gambut boglintang tinggi pada akhir Zaman Es terakhir, sekitar
9.000 tahun yang silam. Gambut ini masih terus bertambah ketebalannya
dengan laju sekitar beberapa milimeter setahun. Namun gambut dunia
diyakini mulai terbentuk tak kurang dari 360 juta tahun silam; dan kini
menyimpan sekitar 550 Gt karbon. yang terkini, terbentuk di wilayah
Gambut di Indonesia
Luas lahan gambut di Sumatra diperkirakan berkisar antara 7,3–9,7 juta
hektare atau kira-kira seperempat luas lahan gambut di seluruh daerah
tropika. Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat
dibedakan atas gambut topogen dan gambut ombrogen.
Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan
air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang
pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak
begitu dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan
relatif subur; dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral
di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut
topogen relatif tidak banyak dijumpai.
Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen
bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada
umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan
permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di
dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber
dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur.
Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen
mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak
asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang
pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai air
hitam.
Gambut ombrogen kebanyakan terbentuk tidak jauh dari pantai. Tanah
gambut ini kemungkinan bermula dari tanah endapan mangrove yang kemudian
mengering; kandungan garam dan sulfida yang tinggi di tanah itu
mengakibatkan hanya sedikit dihuni oleh jasad-jasad renik pengurai.
Dengan demikian lapisan gambut mulai terbentuk di atasnya. Penelitian di
Sarawak memperlihatkan bahwa gambut mulai terbentuk di atas lumpur
mangrove sekitar 4.500 tahun yang lalu; pada awalnya dengan laju
penimbunan sekitar 0,475 m/100 tahun (pada kedalaman gambut 10–12 m),
namun kemudian menyusut hingga sekitar 0,223 m/100 tahun pada kedalaman
0–5 m. Agaknya semakin tua hutan di atas tanah gambut ini tumbuh semakin
lamban akibat semakin berkurangnya ketersediaan hara.
Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dibangun di atas lahan gambut ombrogen.
Aluvial
Tanah adalah lapisan kulit bumi yang tipis yang terletak paling atas
dari permukaan bumi. Tanah tidak terjadi begitu saja melainkan melalui
proses yang cukup panjang. Dari proses pembentukan tersebut terciptalah
berbagai jenis tanah. Adapun faktor - faktor pembentuk tanah,
diantaranya:
1. Iklim, yaitu curah hujan dan suhu sekitar. Semakin tinggi curah
hujan maka proses pencucian tanah akan semakin cepat sehingga tanah
menjadi asam dengan PH rendah, tanah ini kurang baik untuk dijadikan
lahan pertanian.
Sebaliknya bila suhu di sekitar tinggi, maka proses pelapukan bahan
induk tanah akan semakin cepat dan tanah semakin cepat terbentuk.
2. Organisme seperti mikroorganisme atau jasad renik cukup membantu
dalam proses pembentukan humus. Humus adalah zat yang dibutuhkan tanah
agar membentuk tanah yang subur. Daun–daun dan ranting yang jatuh ke
permukaan tanah lama–lama akan membusuk dengan bantuan mikroorganisme
tersebut. Kemudian selanjutnya terbentuklah humus.
3. Bahan induk tanah seperti batuan vulkanik (berasal dari gunung
berapi), batuan beku, batuan sedimen (endapan), dan batuan metamorf akan
hancur dan mengalami pelapukan kemudian menjadi tanah.
4. Topografi atau kontur wilayah. Wilayah yang konturnya miring dan
berbukit lapisan tanahnya lebih tipis dibandingkan tanah yang ada di
wilayah yang datar. Perhatikan pula drainase atau sistem pengairannya.
Tanah yang terlalu sering tergenang memiliki kandungan tanah yang asam.
Tanah seperti ini kurang baik untuk ditanami.
5. Waktu, tanah akan mengalami pelapukan dan pencucian terus menerus
sehingga lama kelamaan akan menjadi semakin tua dan kehilangan unsur
hara. Unsur hara seperti mineral adalah yang paling dibutuhkannya dalam
pembentukan tanah baru.
Tanah alluvial adalah jenis tanah muda yang dalam proses pembentukannya
masih terlihat campuran antara bahan organik dan bahan mineralnya.
Dari berbagai macam jenis tanah yang ada, tanah yang paling mudah
terbentuk adalah tanah alluvial. Tanah ini terbentuk dari endapan lumpur
sungai yang mengendap di dataran rendah. Sifat tanahnya cenderung subur
karena masih terdapat banyak kandungan mineralnya yang merupakan unsur
hara dan bisa dijadikan lahan pertanian.
Ini adalah jenis tanah muda yang belum mengalami perkembangan dengan keadaan tanah yang selalu basah dan PH yang berubah–ubah.
Tanah alluvial tersebar di dataran alluvial pantai, alluvial sungai ,
dan daerah cekungan. Tanaman yang cocok tumbuh di tanah alluvial
contohnya adalah bawang merah.
Regosol
Tanah regosol adalah tanah yang berasal dari endapan abu vulkanik.
Ketika sebuah gunung api meletus, maka akan dikeluarkan berbagai
material dari dalam perut bumi. Material ini kaya akan zat hara yang
penting untuk kesuburan tanah. Karena itu, tanah regosol terdapat hanya
di daerah yang memiliki aktivitas gunung api.
Ciri Tanah Regosol
Ciri-ciri fisik tanah regosol adalah memiliki butiran kasar. Ciri
lainnya adalah belum menampakkan adanya perlapisan horisontal. Warna
bervariasi dari merah kuning, coklat kemerahan, coklat dan coklat
kekuningan. Itu karena bergantung pada material dominan yang
dikandungnya.
Contoh penyebaran tanah regosol di Indonesia adalah di Sumarta, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Tanah regosol dimanfaatkan untuk pertanian khususnya tanaman padi, tebu, kelapa, tembakau, sayuran dan palawija.
Tak Ada Tanah Regosol di Kalimantan
Tanah Regosol
Di Kalimantan, tidak ada tanah regosol. Hal ini disebabkan karena
Kalimantan tidak ada aktivitas vulkanik. Geologi daerah Kalimantan
relatif stabil. Pulau ini tidak mengalami aktivitas tektonik dan
vulkanik. Hal ini disebabkan karena Kalimantan tidak berada pada jalur
gunung api dunia atau Ring of fire.
Khusus di Indonesia, terdapat dua jalur gunung api dunia yaitu Sirkum
Pasifik dan Sirkum Mediterania. Sepanjang kedua jalur ini membentang
gunung api aktif yang siap mengeluarkan muntahan abu vulkanik kapan
saja.
Jalur Sirkum Pasifik mengelilingi Samudra Pasifik. Jalur ini di
Indonesia memotong dari utara Pulau Sulawesi, Pulau Halmahera hingga
Papua. Jalur Sirkum Mediterania untuk wilayah Indonesia melalui
Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Maluku.
Wilayah Pulau Kalimantan tidak dilalui kedua jalur ini. Itu sebabnya
tidak ada gunung api di pulau ini. Tidak ada gunung api, berarti tidak
ada tanah regosol yang berasal dari endapan abu vulkanik.
Keuntungan dan Kerugian Daerah Gunung Api
Walau tinggal di lereng gunung api terkesan berbahaya, namun banyak
orang masih memilih tinggal di daerah ini. Mengapa ? Itu karena
kesuburan yang terjadi setelah terjadi letusan gunung api. Endapan abu
vulkanik yang dikeluarkan ketika gunung meletus adalah bahan utama tanah
regosol yang subur.
Litosol
Latosol
Grumosol
Podsolik Merah Kuning
Podsol
Andosol
Mediteran Merah Kuning
Hidromorf Kelabu (gleisol)
Tanah Sawah (Paddy soil)
Kerusakan Tanah dan Dampaknya Bagi Kehidupan
Kerusakan Tanah yang terjadi saat ini merupakan dampak pemanfaatan
lingkungan yang tidak terkontrol sehingga mengakibatkan terjadinya
krisis lingkungan. Dampak yang sangat terasa dalam kehidupan manusia
adalah berkurangnya lahan subur yang menjadikan semakin menipisnya lahan
yang bisa dijadikan lokasi produksi kebutuhan agraris manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar